Friday, May 17, 2013

Tak semua Muslimah tergerak untuk menutup auratnya dengan jilbab. Namun bagi Hana Tajima, jilbab adalah identitas seorang Muslimah. Sebagai seorang mualaf, desainer busana Muslimah yang sedang menjadi pusat perhatian itu memilih untuk mengenakan jilbab. Seperti halnya saat memutuskan untuk memeluk Islam, keputusan hana untuk mengenakan jilbab juga datang tanpa paksaan. “Saya mulai mengenakan jilbab pada hari yang sama di saat saya mengucapkan syahadat. Ini merupakan cara yang terbaik untuk membedakan kehidupan saya di masa lalu dengan kehidupan di masa depan,” paparnya seperti dikutip dari hijabscarf.blogspot.com.
Keputusannya untuk mengenakan jilbab kontan memancing reaksi beragam dari orang-orang di sekitarnya, terutama teman dekatnya. Sebelum mengenakan jilbab, Hana paham betul dengan semua konotasi negatif yang disematkan kepada orang-orang berjilbab. “Saya tahu apa yang mereka pikirkan mengenai jilbab, tetapi saya akan bersikap pura-pura tidak mengetahuinya. Namun seiring waktu, orang-orang di sekitarku kini bisa bersikap lebih santai manakala melihatku dalam balutan jilbab,” papar Hana sumringah.
Dalam blog pribadinya Hana mengakui bahwa menjadi seorang Muslimah di sebuah negara Barat dapat sedikit menakutkan, terutama ketika para mata di sekitarnya menatap dengan tatapan aneh.  Maklum saja, di negara-negara Barat, sebagian penduduknya telah terjangkit Islamofobia. Tak sedikit, Muslimah yang mengalami diskriminasi dan pelecehan saat mengenakan jilbab. Bahkan, di Jerman beberapa waktu lalu, seorang Muslimah dibunuh di pengadilan karena mempertahankan jilbab yang dikenakannya.
“Karena itu, mengapa saya ingin menciptakan sesuatu yang akan membantu para Muslimah di mana pun untuk terus termotivasi mengatasi rasa takut itu,” ujar Hana. Kini, dengan busana Muslimah yang dirancangnya, kaum Muslimah di negara-negara Barat bisa tampil dengan busana yang bisa diterima masyarakat tanpa meninggalkan aturan yang ditetapkan syariat Islam. (Nidia Zuraya, Republika Online, 9 Januari 2011).
a



Sebelum mengucap dua kalimat syahadat, Hana adalah seorang pemeluk Kristen. Ia tumbuh di daerah pedesaan di pinggiran Devon yang terletak di sebelah barat daya Inggris. Kedua orang tuanya bukan termasuk orang yang religius, namun mereka sangat menghargai perbedaan. Di tempat tinggalnya itu tidak ada seorang pun warga yang memeluk Islam. Persentuhannya dengan Islam terjadi ketika Hana melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. “Saya berteman dengan beberapa Muslim saat di perguruan tinggi,” ujarnya.
Dalam pandangan Hana, saat itu teman-temannya yang beragama Islam terlihat berbeda. “Mereka terlihat menjaga jarak dengan beberapa mahasiswa tertentu. Mereka juga menolak ketika diajak untuk pergi ke pesta malam di sebuah klub,” tutur Hana. Bagi Hana, hal itu justru sangat menarik. Terlebih, teman-temannya yang Muslim dianggap sangat menyenangkan saat diajak berdiskusi membahas materi kuliah. Menurut dia, mahasiswa Muslim lebih banyak dihabiskan waktunya untuk membaca di perpustakaan ataupun berdiskusi.
Dari teman-teman Muslim itulah, secara perlahan Hana mulai tertarik dengan ilmu filsafat, khususnya filsafat Islam. Sejak saat itu pula, Hana mulai mempelajari filsafat Islam dari sumbernya langsung, yakni Alquran. Dalam Alquran yang dipelajarinya, ia menemukan fakta bahwa ternyata kitab suci umat Islam ini lebih sesuai dengan kondisi saat ini.
“Di dalamnya saya menemukan berbagai referensi seputar isu-isu hak perempuan. Semakin banyak saya membaca, semakin saya menemukan diriku setuju dengan ide-ide yang tertulis di belakangnya dan aku bisa melihat mengapa Islam mewarnai kehidupan mereka (teman-teman Muslimnya-Red),” ungkapnya.
Rasa kagumnya terhadap ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Alquran pada akhirnya membuat Hana memutuskan untuk memeluk Islam. Tanpa menemui hambatan, ia pun bersyahadat dengan hanya disaksikan oleh teman-teman Muslimahnya. “Yang paling sulit saat itu adalah memberitahukan kepada keluargaku, meskipun aku tahu mereka akan bahagia selama aku juga merasa bahagia.
Ia menemukan fakta ternyata kitab suci umat Islam Alquran lebih sesuai dengan kondisi saat ini.
Akhir-akhir ini, nama Hana Tajima Simpson menjadi topik perbincangan di kalangan blogger Muslimah. Di kalangan para blogger, nama perempuan blasteran Jepang-Inggris itu dikenal karena gaya berjilbabnya yang unik dan lebih kasual. Sosok Hana pun telah menghias sejumlah media di Inggris dan Brazil. Hana yang dikenal sebagai seorang desainer membuat kejutan lewat produk berlabel Maysaa. Produk yang telah dilempar ke pasaran dunia itu berupa jilbab bergaya layers (bertumpuk). Melalui label itu, Hana mencoba memperkenalkan gaya berbusana yang trendi, namun tetap sesuai dengan syariat Islam di kalangan Muslimah.
Kini, produk busana Muslimah yang diciptakannya itu tengah menjadi tren dan digandrungi Muslimah di negara-negara Barat. Semua itu, tak lepas dari kegigihannya dalam mempromosikan Maysaa. Tak cuma itu, kini namanya menjadi ikon fesyen bagi para Muslimah di berbagai negara. Mengenai gaya berjilbab yang diusung Hana, skaisthenewblack.blogspot menulis, “Dia (Hana) memiliki gaya yang hebat. Sangat elegan dan chic, namun tetap terlihat sederhana”. Ternyata, busana Muslimah pun bila dikreasi secara kreatif dan inovatif bisa mewarnai dunia fesyen internasional.
Sejatinya, gaya berjilbab yang ditunjukkan perempuan berusia 23 tahun itu kepada para Muslimah di berbagai negara tercipta secara tidak sengaja. Hana yang saat itu baru memeluk Islam ingin sekali menggenakan jilbab. Ia memeluk Islam saat usianya baru menginjak 17 tahun. “Sebagai seorang desainer, awalnya saya merasa frustrasi melihat gaya berbusana sebagian besar Muslimah yang kurang bervariasi,” ungkapnya dalam sebuah wawancara khusus dengan HijabScraft.

Dengan maksud ingin menunjukkan kepada masyarakat Barat bahwa para perempuan Muslim pun dapat tampil di muka umum dengan gaya berbusana yang modis dan chic, serta mengikuti tren fesyen terkini, Hana mulai tergerak untuk mendesain gaya busana Muslimah lengkap dengan jilbabnya yang berbeda dengan yang sudah ada pada saat itu. Selain unik, gaya berbusana yang diusung Hana ini pada dasarnya tidak pernah benar-benar mengikuti tren fesyen yang pada saat itu tengah digandrungi di negara-negara Barat pada umumnya. “Suatu hari saya akan tampil dengan gaya glamor ala Hollywood dan (hari) berikutnya saya akan terobsesi dengan gaya rock/grunge di tahun 90-an,” paparnya.
Ia mengatakan cenderung menjaga hal-hal yang dianggap kecil dan sederhana dalam mendesain sebuah fesyen. Hana pun secara terus terang mengaku tertarik untuk mengkreasikan sesuatu, seperti memadankan jaket kulit vintage dengan gaun panjang bermotif bunga-bunga. Untuk mempopularkan gaya berbusananya, Hana memanfaatkan jaringan internet dengan membuat laman web pribadi yang diberi nama stylecovered.com. Saat itu, Hana belum sempat memberikan label untuk produk yang didesainnya itu.
Tanpa disangka, gaya berbusana yang ditampilkan dalam laman webnya itu menarik minat para blogger Muslimah di Inggris. Berawal dari situlah, Hana kemudian memutuskan untuk mendirikan Maysaa, sebuah rumah desain dan fesyen yang terinspirasi dari fesyen Barat namun tetap disesuaikan dengan kaidah Islam.
Kendati Maysaa ditujukan untuk para wanita Muslim, namun Hana tidak menampik hasil rancangannya ini juga bisa dikenakan oleh kalangan wanita non-Muslim. “Saya tidak bisa mengatakan pakaian yang saya buat hanya untuk wanita Muslim atau untuk wanita non-Muslim, karena kehidupan saya pada dasarnya juga merupakan percampuran dari keduanya. Karenanya, saya suka membuat rancangan dari perspektif yang sangat pribadi,” terang perempuan yang sudah mulai merancang sejak usia lima tahun itu.

Thursday, May 16, 2013
















satu nama besar dalam arena fesyen muslimah masa kini. Dimana-mana nama dan busana dan rekaan tudungnya boleh didapati. Hana Tajima merupakan gadis kacukan Jepun + British dan telah memeluk Islam kira-kira 7 tahun lepas (2005). Antara pakaian artis yang telah direka oleh Hana adalah Yuna dan ramai lagi. Untuk pengetahuan semua, Hana Tajima sudah pun berkahwin.

Hana Tajima Memeluk Islam Kerana Tertarik Akhlak Muslim
Sejak kebelakangan ini, nama Hana Tajima Simpson mula menjadi topik perbincangan di kalangan blogger Muslimah. Rekaannya jadi popular kerana gaya berhijabnya yang unik dan lebih kasual. Wajah manis ini juga telah mula menghiasi sejumlah media di UK dan Brazil.
Hana yang lebih dikenali sebagai seorang pereka fesyen membuat kejutan melalui produk dengan jenama Maysaa. Produk yang telah dilempar ke pasaran dunia itu berupa hijab bergaya ‘layers’. Melalui jenama tersebut, Hana mencuba untuk memperkenalkan gaya berbusana yang trendi, namun tetap sesuai dengan syariat Islam di kalangan Muslimah.
Mula memeluk Islam seawal usia 17 tahun, Hana datang daripada latar belakang keluarga Kristian yang tidak terlalu mementingkan agama dalam kehidupan mereka. Ayahnya berasal dari Jepun manakala ibunya merupakan seorang wanita Inggeris. Minatnya kepada Islam bermula semasa belajar di sekolah tinggi. Hana bertemu dan bersahabat dengan beberapa pelajar Muslim.
Pada pandangan Hana, sahabat-sahabatnya yang beragama Islam kelihatan berbeza dengan yang lain. “Mereka kelihatan menjaga jarak dengan beberapa pelajar tertentu. Mereka juga menolak ketika diajak untuk pergi berhibur di sebuah kelab malam.” katanya. Bagi Hana, perkara itu sangat menarik. Selain itu, sahabat-sahabatnya yang Muslim dianggap sangat menyenangkan apabila diajak berbincang berkaitan hal kuliah. Menurutnya, pelajar Muslim lebih banyak menghabiskan masa mereka membaca di perpustakaan ataupun berbincang.
Dari sahabat-sahabat Muslim itulah, secara perlahan-lahan Hana mulai tertarik dengan ilmu falsafah terutamanya falsafah Islam. Sejak saat itu, Hana mula mempelajari falsafah Islam langsung dari sumbernya iaitu Al-Quran. Kenyataan bahawa Al-Quran tetap sama seperti sebelumnya memberi maksud bahawa sentiasa ada titik rujukan untuk semua perkara.
“Di dalam Al-Quran, saya menemukan banyak rujukan berkisar tentang isu-isu mengenai hak wanita”
Semakin banyak saya membaca, semakin diri saya bersetuju dengan idea-idea disebalik Al-Quran dan saya boleh melihat bagaimana Islam boleh mewarnai kehidupan sahabat-sahabat Muslim saya. Namun saat itu, keinginan untuk memeluk agama ini masih belum tiba.
“Sehinggalah tiba pada satu titik yang mana saya tidak dapat mengatakan tidak pada diri saya mengenai kebenaran agama ini, maka saya memutuskan untuk menjadi seorang Islam” – Hana Tajima
Rasa kagumnya terhadap ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Al-Quran akhirnya membuatkan Hana memutuskan untuk memeluk Islam. Tanpa menemui sebarang paksaan dan halangan, dengan hanya disaksikan oleh teman-teman Muslimahnya, Hana pun mengucapkan dua kalimah syahadah. 
“Menyatakan perkara tersebut kepada keluarga adalah sesuatu yang mudah. Saya tahu mereka akan gembira selagi mana saya juga gembira, dan mereka boleh melihat ianya adalah sesuatu yang baik,” tuturnya.
Seperti halnya semasa Hana memutuskan untuk memeluk Islam, begitu juga keputusan untuk mengenakan hijab datang tanpa paksaan. Hana mula mengenakan hijab di hari sama dia mengucap dua kalimah syahadah.
“Ini merupakan cara terbaik bagi membezakan kehidupan saya di masa lalu dengan kehidupan saya pada masa hadapan”
Keputusan untuk mengenakan hijab pada masa yang sama menerima pelbagai reaksi dari orang-orang di sekelilingnya, terutamanya kawan rapatnya. Sebelum mengenakan hijab, Hana sudah memahami fahaman negatif terhadap orang-orang yang berhijab. “Saya tahu apa yang mereka fikirkan mengenai hijab, tetapi saya akan bersikap berpura-pura tidak mengetahuinya. Namun seiring dengan masa, orang-orang di sekitar saya kini sudah boleh menerima penampilan saya dengan balutan hijab.” katanya lagi.
Dalam blog peribadinya, Hana mengakui bahawa menjadi seorang Muslimah di sebuah negara barat adalah sedikit menakutkan, terutamanya ketika semua mata di sekitarnya memandangnya dengan pandangan yang aneh. Maklum sajalah, sebahagian penduduk di negara-negara barat telah dijangkiti dengan wabak Islamofobia.
“Oleh sebab itu, saya ingin menciptakan sesuatu yang akan membantu para muslimah di mana jua untuk terus berusaha mengatasi perasaan takut itu.” – Hana Tajima
Kini, dengan busana Muslimah yang dirancangkannya, kaum Muslimah di negara-negara barat mampu tampil dengan busana yang boleh diterima oleh masyarakat di sana tanpa meninggalkan peraturan yang ditetapkan Islam. Kini fesyen busana Muslimah yang diperkenalkannya bukan saja mendapat sambutan yang hangat daripada muslimah di seluruh dunia, malah penerimaan daripada yang bukan Islam juga sangat menggalakkan.
Bagi Anda, para hijabers yang ingin tampil modis dan fashionable, nama Hana Tajima pasti sudah tidak asing. Gadis cantik yang berasal dari Inggris yang memiliki darah Jepang ini membuktikan bahwa hijab bisa tampil sebagai gaya busana fashionable yang diterima dunia.
Gadis bernama asli Hana Tajima Simpson ini mengaku bahwa dia memakai jilbab langsung setelah masuk Islam. “Sebagai seorang desainer, awalnya saya merasa frustrasi melihat gaya busana sebagian besar Muslimah yang kurang bervariasi,” ungkapnya dalam sebuah wawancara khusus dengan HijabScraft.

Hana Tajima (c) jurnalhajiumro
Dalam blognya, Hana Tajima menulis bahwa bukan hal yang mudah menjadi seorang Muslimah yang memakai jilbab di negara Barat. Rasa takut pada pemeluk agama Islam membuat Hana Tajima termotivasi untuk membuat masyarakat muslim lebih diterima, salah satunya dengan menyajikan desain pakaian yang modern tanpa meninggalkan aturan dan syariat Islam.






Seorang wanita cantik blasteran Jepang-Ingris memperkenalkan suatu mode berbusana muslimah yang trendi tanpa harus meninggalkan kaidah-kaidah syariah Islam. Dia adalah Hana Tajima Simpson.

Hana Tajima memulai profesi sebagai desaigner semenjak berumur 5 tahun. Kedua orang tuanya adalah seniman. Kondisi ini merupakan potensi yang baik bagi Hana kecil untuk mengembangkan bakat seninya.

Pada saat Hana berumur 17 tahun, sekitar 6 tahun lalu, dia memeluk islam. Sebelum mengucap dua kalimat syahadat, Hana adalah seorang pemeluk Kristen. Ia tumbuh di daerah pedesaan di pinggiran Devon yang terletak di sebelah barat daya Inggris. Di tempat tinggalnya itu tidak ada seorang pun warga yang memeluk Islam.Persentuhannya dengan Islam terjadi ketika Hana melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.

Dalam pandangan Hana saat itu, teman-temannya yang beragama Islam terlihat berbeda. bagi Hana, mereka terlihat menjaga jarak dengan beberapa mahasiswa tertentu. Mereka juga menolak ketika diajak untuk pergi ke pesta malam di sebuah klub. Hana memandang hal itu justru sangat menarik. Terlebih, teman-temannya yang Muslim dianggap sangat menyenangkan saat diajak berdiskusi membahas materi kuliah. Menurut dia, mahasiswa Muslim lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca di perpustakaan ataupun berdiskusi.

Dari teman-teman Muslim itulah, secara perlahan Hana mulai tertarik dengan Islam. Sejak saat itu pula, Hana mulai mempelajari Islam dari sumbernya langsung, yakni Alquran. Dalam Alquran yang dipelajarinya, ia menemukan fakta bahwa ternyata kitab suci umat Islam ini lebih sesuai dengan kondisi saat ini.

“Di dalamnya saya menemukan berbagai referensi seputar isu-isu hak perempuan. Semakin banyak saya membaca, semakin saya menemukan diriku setuju dengan ide-ide yang tertulis di belakangnya dan aku bisa melihat mengapa Islam mewarnai kehidupan mereka,” ungkapnya.

Rasa kagumnya terhadap ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Alquran pada akhirnya membuat Hana memutuskan untuk memeluk Islam.


Tak semua Muslimah tergerak untuk menutup auratnya dengan mengenakan jilbab. Namun bagi Hana Tajima, jilbab adalah identitas seorang Muslimah. “Saya mulai mengenakan jilbab pada hari yang sama di saat saya mengucapkan dua kalimat syahadat. Ini merupakan cara yang terbaik untuk membedakan kehidupan saya di masa lalu dengan kehidupan di masa depan,” paparnya seperti dikutip darihijabscarf.blogspot.com

Keputusannya untuk mengenakan jilbab kontan memancing reaksi beragam dari orang-orang di sekitarnya, terutama teman dekatnya. Sebelum mengenakan jilbab, Hana paham betul dengan semua konotasi negatif yang disematkan kepada orang-orang berjilbab.

Dalam blog pribadinya Hana mengakui bahwa menjadi seorang Muslimah di sebuah negara Barat dapat sedikit menakutkan, terutama ketika para mata di sekitarnya menatap dengan tatapan aneh.

"Being a Muslimah in a western country can be a bit daunting especially when it comes to the stares!" Ungkap dia. (-Menjadi Muslimah di negara barat cukup menakutkan terutama ketika kita terlihat di muka umum)

Maklum saja, di negara-negara Barat, sebagian penduduknya telah terjangkit Islamofobia. Tak sedikit, Muslimah yang mengalami diskriminasi dan pelecehan saat mengenakan jilbab. Bahkan, di Jerman beberapa waktu lalu, seorang Muslimah dibunuh di pengadilan karena mempertahankan jilbab yang dikenakannya. (Berita mengenai ini salah satunya bisa dilihat di sini)

Peristiwa-peristiwa semacam ini tentunya menjadi teror bagi setiap kaum muslimah yang ingin mengenakan jilbab. Hal inilah yang menjadi salah satu motivasi bagi Hana Tajima untuk bisa memberikan kontribusi demi memotivasi kaum muslimah.

“I wanted to create something that would help Muslimah’s everywhere keep motivated.” ujar Hana. - (Saya ingin membuat sesuatu yang akan membantu setiap muslimah dimanapun termotivasi)

Kini, label "Maysaa" yang dibawanya telah dilepas ke pasar dunia dan mendapat apresiasi positif. Bukan hanya dari kalangan Muslimah sendiri, namun juga dari kalangan di luar Islam. Hana dan "Maysaa"-nya telah menjadi ikon busana muslimah di seluruh dunia.

Pada tonguechic.com Hana berpesan kepada seluruh kaum muslimah, "Don't get caught up in what looks good on other people, just to fit in. You have to find something you're comfortable with, a look that expresses your personality."
 
(-jangan terjebak pada apa yang menurut pandangan orang bagus, dan kemudian menyusuaikan dirimu terhadap pandangan tersebut. Kamu harus menemukan suatu cara berpenampilan yang membuatmu nyaman, yang mengekspresikan kepribadianmu).

Kepribadian seorang Muslimah dapat dilihat dari cara dia berbusana yang sesuai dengan syariah Islam, yaitu dengan mengenakan jilbab. Seorang Muslimah yang beriman tentunya akan merasa nyaman apabila dia menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. (di samun dari blog orang)
Note:
Pemahaman jilbab Hana Tajima masih belum sempurna, tapi ketika kita melihat bagaimana perpindahan keyakinan lamanya menuju Islam, tentu kita bisa memahami wanita muslimah yang satu ini.